Power Kyai Penulis

Dimuat di Duta Masyarakat 18 Desember 2012

Oleh: Syarif Hidayat Santoso

Kita merindukan kyai penulis, bukan saja karena tradisi kekiyaian erat sekali dengan tradisi kepenulisan namun juga berkaitan dengan satu perannya yang vital sebagai peletak transformasi keilmuan. Ada ribuan kyai di negeri ini, namun hanya sedikit yang menjadi penulis. Padahal, kyai-kyai besar yang dijadikan teladan kyai lain adalah penulis. Contohnya, almarhum Buya Hamka, Almarhum Gus Dur serta Kyai Mustofa Bisri adalah kyai yang terkenal akan tulisan-tulisannya yang bukan saja populer namun bercitarasa ilmiah dan sastrawi.

Baik Gus Dur maupun Buya Hamka menjadi hebat bukan saja karena ghirah keilmuannya yang memukau dalam mimbar-mimbar pidato. Buya maupun Gus Dur terkenal akan karya-karya tulisnya yang hadir dengan sekian jiwa subtantif tentang peradaban Islam. Kalau kita kaji kedua karya ulama diatas maka akan kita temukan pembahasan lintas disiplin keilmuan sejak sejarah, sosial dan tafsir. Karya sastra Buya Hamka lestari hingga kini dan menjadi pembelajaran sastra tanah air.

Di nusantara, tradisi kepenulisan adalah tradisi historis yang erat dengan penyebaran Islam sebagai tradisi ilmiah. Sejak Islam menapaki nusantara, para ulama rajin menyebarkan karya-karya tulisnya melalui santri mustami’in di berbagai penjuru. Contohnya Wali Songo. Para wali songo bukan saja terkenal akan dakwah kulturalnya secara amaliah namun juga secara kitabah. Berbagai serat dan babad dikarang para wali untuk mentransformasikan pemikiran kitab kuning. Berbeda dengan ulama sesudahnya seperti Syekh Nawawi Al Bantani atau Syekh Arsyad Al Banjari yang mengarang dalam bentuk kitab kuning, para Wali justru mengarang kitab dalam bahasa dan alam pikir Jawa. Pribumiisasi dan populerisasi Islam dilakukan para Wali Songo melalui aneka Serat, Babad, Lakon dan syair.

Contohnya, Sunan Bonang terkenal dengan serat Damar Wulan yang kemudian menjadi tutur cerita orang Jawa. Begitupun Sunan Kalijaga yang mengarang kitab Jaka Sumantri atau Sunan Kudus yang mencipta kitab Joko Bodo. Dakwah kultural dua jalur melalui amaliah dan bilkitabah (tulisan) inilah yang mampu menjangkaukan Islam bukan saja pada kalangan santri tapi masyarakat umum.

Diskursus atau perdebatan antar ulama dalam tulisan juga muncul di nusantara. Nurudin Al Raniri misalnya mengarang kitab Tibyan Fi Ma’rifati Al Adyan untuk membantah pemikiran Wihdatul Wujud Hamzah Fansuri dalam Asrar Al Arifin dan Al Muntahi. Nurudin Al Raniri juga mengarang sebuah kitab babon sejarah yang hebat berjudul Bustanus Salatin. Dalam kitab setebal 1250 halaman itu disertakan sejarah para nabi sampai para raja-raja dunia sejak Yunani, Mesir, India, Haramain sampai raja Aceh dan Malaka. Bustanus Salatin juga mengajarkan etika politik, fikih siyasi dan hikayat penuh hikmah tentang kesetiaan seorang istri bernama Husna terhadap suaminya.

Para kyai bukan cuma piawai menulis kitab kuning seperti kyai Bisri Mustofa yang menulis tafsir Al Ibriz dalam konsep dan bahasa Jawa. Kyai ada juga yang piawai menulis sejarah. Selain Buya Hamka yang terkenal dengan Sejarah Umat Islam, Karya tulis sejarah juga ditunjukkan Kyai Saifuddin Zuhri dalam Guruku Orang-orang Pesantren. Dalam buku itulah, Kyai Saifuddin Zuhri mengungkap peranan para kyai kecil dalam perjuangan kemerdekaan. Kyai Saifuddin bukan hanya mengungkap peranan kyai besar yang melegenda seperti Kyai Wahid Hasyim, Kyai Hasyim Asyari dan Kyai Subki Parakan, kyai Idham Chalid. Tapi, beliau juga mengungkap peranan kyai-kyai sekitar Banyumas yang tak terkenal secara nasional seperti kyai Khalimi, Kyai Raden Iskandar, Kyai Mursyid, Kyai Khudlori dan lainnya. Kyai Saifuddin telah memberikan arah baru dalam tradisi kepenulisan yaitu menjadikan pengalaman pribadi sebagai sumber tulisan.

Secuil data diatas menunjukkan bahwa para kyai memiliki sumbangsih besar dalam dunia kepenulisan. Mengikuti logika Geertz tentang Cultural Broker, para kyai penulis mampu menjadi penengah antara Islam santri dan masyarakat umum, antara elit dan massa. Tulisan para kyai menjadi mediator antara kaum elit yang tak paham bahasa rakyat atau rakyat yang tak paham bahasa elit. Contoh terbaik dalam hal ini adalah tulisan-tulisan Gus Dur yang dimuat Harian Kompas kurun waktu 1991-1999 yang kemudian dibukukan dalam Gus Dur Menjawab Perubahan Zaman. Dalam berbagai tulisannya tersebut, Gus Dur berupaya menemukan titik sambung antara nasionalis dengan Islam, antara muslim dan non muslim juga antara pemerintah dengan rakyat. Gus Dur tak memerankan diri sebagai penulis eksklusif yang hanya mau paham tentang dirinya sendiri, namun juga berupaya memahami orang lain.

Menulis bagi seorang kyai berarti menjadikan ilmu agama bukan sebagai entitas eksklusif yang tersekat bilik pesantren. Ilmu agama dalam kitab kuning bisa ditransformasikan dalam bentuk tulisan yang mampu membaur dengan emosi dan daya pikir masyarakat banyak. Menulis juga akan menjadi satu bagian tersendiri dalam dunia pesantren selain santri, masjid dan kitab kuning. Karya tulis kyai juga akan menjadi fungsi transformasi eksoteris sosial yang tak dibatasi ruang dan waktu. Jika seorang kyai menulis, maka pemikirannya akan dikenang sejauh tulisannya terpublikasi setiap saat.

Karena menulis seorang kyai tak akan terdiskualifikasi zaman. Menulis juga akan memperkuat pranata sosial yang telah mapan sekaligus mengubahnya jika tak adaptif lagi terhadap perubahan zaman. Di era modern, ketika kharisma mulai dipertanyakan, dan muatan transendental menjadi sesuatu yang harus diilmiahkan, menulis bagi seorang kyai merupakan keharusan. Bahasa agama yang terpaku dalam istilah parsial pesantren dapat diselami publik untuk dikonsumsi secara massif.

Penulis adalah Alumnus FISIP Universitas Jember

1 responses to “Power Kyai Penulis

  1. SALAM, APA KABAR ?
    SUATU HAL YANG SULIT DIPUNGKIRI DENGAN LUASNYA WILAYAH NKRI + ASEAN SANGAT MUNGKIN DATA SEJARAH TERKAIT KEBERADAAN :
    PERAN AKTIF TOKOH/TEUNGKU/TUAN GURU/ AJEUNGAN
    LEMBAGA PENDIDIKAN (Mis. PESANTREN, DAYAH, SURAU, MADRASAH)
    KESULTANAN
    MASJID
    MAKAM
    ISTANA
    NASKAH/MANUSKRIP
    TATARUANG KOTA
    KERAJINAN (gerabah, batik, Kaligrafi, seni pentas, senjata, logam, keramik, dll)
    Masing-masing tersebut di atas BELUM BANYAK TERUNGKAP. (Pilih salah satu saja)
    Jurnal Ilmiyah KALIJAGA dengan izin terbit ISSN no.2302-6758, (focus Sejarah Kebudayaan & Peradaban Islam di Asia Tenggara) selalu setia menunggu Makalah dan/ atau hasil penelitian dari para PEMERHATI, PENELITI, DOSEN, GURU Pengampu materi SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM. Andai sudah ditulis tolong kirim via email : jurnalkalijaga@ymail.com.
    Untuk membangun kebersamaan, tolong disampaikan kpd segenap teman yang lain. Jazakumullah kheir khoiral jaza’. Tks

Tinggalkan komentar